Read Anywhere and on Any Device!

Special Offer | $0.00

Join Today And Start a 30-Day Free Trial and Get Exclusive Member Benefits to Access Millions Books for Free!

Read Anywhere and on Any Device!

  • Download on iOS
  • Download on Android
  • Download on iOS

God, Do You Speak English

Unknown Author
4.9/5 (18368 ratings)
Description:Buku ini menceritakan kedekatan para penulis dengan tempat-tempat mereka menempuh perjalanan yang juga sekaligus tempat mereka tinggal dan bekerja dengan warga setempat. Tiga penulis buku ini adalah sukarelawan lembaga sukarelawan internasional Voluntary Service Organization (VSO) Indonesia. Mereka adalah Jeff Kristianto, Nina Silvia, dan Rini Hanifa. Mereka datang dari beragam latar belakang. Jeff pemilik usaha kerajinan dan restoran di Bali. Nina bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Padang. Adapun Rini staf lembaga donor internasional. Ketiganya bergabung sebagai voluntir VSO, sebagai angkatan pertama voluntir Indonesia, di masing-masing negara penempatan.Jeff bekerja mendukung perajin-perajin di Tajikistan, bekas negara jajahan Uni Soviet di Asia. Nina membantu lembaga pendukung suku asli di Bangladesh. Sedangkan Rini ditempatkan di nun jauh di sana, Guyana, Amerika Latin untuk bekerja bersama LSM lokal. Mereka bekerja, mungkin lebih tepat membantu karena “digaji” dengan standar minimal negara penempatan, bersama warga lokal, berinteraksi dengan dekat, sekaligus mengalami cerita warga sehari-hari.Karena itulah, buku ini tak sekadar cerita sambil lalu. Ketiga penulis adalah bagian dari cerita itu sendiri. Maka, mereka menceritakan kedekatan, sesuatu yang tak mungkin didapatkan jika perjalanan tersebut semata untuk berpetualang atau bersenang-senang.Cerita Rini tentang peliknya hubungan kekeluargaan di desa penempatannya, Moco-moco, Guyana, bisa menggambarkan dekatnya Rini dengan warga. Melalui obrolan sore bersama Nicolas, temannya di desa tersebut, Rini menceritakan betapa praktik hubungan seks tanpa ikatan pernikahan itu sesuatu yang amat lazim bagi warga Amerika Indian (Amerindian) tersebut. “It’s a common thing in Amerindian. Mereka tinggal bagaikan sebuah keluarga, hanya saja tidak ada pernikahan resmi. Nenek saya dan kakek saya sekarang juga tidak menikah. Mereka hanya tinggal bersama. Tetapi di antara lelaki lain yang pernah tinggal dengan nenek saya, dia paling lama. Dengan kakek saya sekarang, nenek saya memiliki tujuh anak,” Nicolas bercerita kepada Rini.Akibat kebiasaan tersebut, maka hubungan kekeluargaan di Moco-moco pun campur aduk antarwarga. Toh, mereka menganggap kebiasaan tersebut sebagai sesuatu yang normal. Biasa saja.“Bagi saya, mereka menceritakan hal-hal (privat) seperti itu karena merasa ada kedekatan psikologis dengan orang yang diajak ngobrol,” kata Rini dalam sebuah obrolan santai di Denpasar.Kedekatan lain diceritakan Nina, voluntir di Bangladesh. Dengan tulisan yang amat terasa emosinya, Nina bercerita bagaimana dia dikejar-kejar intel setempat karena statusnya sebagai orang asing di daerah sedang bergejolak. Suku Asli di Rangamati, Bangladesh menolak rencana pencabutan status mereka sebagai daerah istimewa. Penolakan ini hanya puncak gunung es dari diskriminasi Suku Asli oleh etnis mayoritas di sana, Bengali.Dalam tulisan berjudul Seperti Terus Dimata-matai Nina bercerita. “Seharusnya saya mengajukan surat izin dan mendapat pengawalan polisi. Tapi Raja tidak mau repot. Beliau mengatakan saya harus ikut, tapi selama perjalanan, saya dilarang berbicara dalam bahasa Inggris. Kalau tidak bisa bahasa Bangla atau Chakma, sebaiknya saya diam saja. Ceritanya saya diselundupkan!”Nina yang bekerja bersama LSM lokal yang mengadvokasi Suku Asli tidak hanya bercerita tentang apa dan bagaimana suku tersebut mengalami diskriminasi. Nina sendiri terlibat secara emosional dengan konflik tersebut.Kedekatan itu pula yang membuat Jeff menjadi “hadiah” bagi para pengantin di Tajikistan. Sebagai negara yang bagi banyak warga dunia mungkin sesuatu yang baru terdengar pertama kali, Tajikistan tak punya banyak warga asing. Bahkan, menurut Jeff, dialah orang Indonesia kelima yang tinggal di negara tersebut.Karena sedikitnya orang asing di Tajikistan, maka memiliki teman “orang asing” hadir di acara pernikahan menjadi kebanggaan bagi warga setempat. Bukan hanya sekali, Jeff sering diminta hadir ke acara pernikahan. Bukan karena dia kenal kedua atau salah satu mempelai tapi karena keluarga atau teman pengantin ingin mempersembahkan dia sebagai “hadiah” bagi mempelai. “Saya akan didaulat memberi ucapan selamat kepada mempelai dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan teman saya. Setiap saya memberi ucapan selamat, suasana begitu hening. Semua memerhatikan saya. Tepuk tangan menggema setelah kalimat terakhir selesai. Betul-betul suasana yang menyenangkan. Saya merasa sangat spesial, di hari spesial orang lain,” tulis Jeff.Karena itu, cerita-cerita dari Guyana, Bangladesh, dan Tajikistan ini adalah cerita tentang sahabat-sahabat dekat. Ketiga penulis melebur dalam keseharian warga setempat. Maka, tema tulisan mereka pun sangat beragam. Tak melulu tentang pekerjaan tapi juga tentang petualangan, makanan, budaya, keluarga. Semua jadi bumbu untuk meramu sajian mereka bertiga.We have made it easy for you to find a PDF Ebooks without any digging. And by having access to our ebooks online or by storing it on your computer, you have convenient answers with God, Do You Speak English. To get started finding God, Do You Speak English, you are right to find our website which has a comprehensive collection of manuals listed.
Our library is the biggest of these that have literally hundreds of thousands of different products represented.
Pages
348
Format
PDF, EPUB & Kindle Edition
Publisher
Rene Book
Release
2013
ISBN

God, Do You Speak English

Unknown Author
4.4/5 (1290744 ratings)
Description: Buku ini menceritakan kedekatan para penulis dengan tempat-tempat mereka menempuh perjalanan yang juga sekaligus tempat mereka tinggal dan bekerja dengan warga setempat. Tiga penulis buku ini adalah sukarelawan lembaga sukarelawan internasional Voluntary Service Organization (VSO) Indonesia. Mereka adalah Jeff Kristianto, Nina Silvia, dan Rini Hanifa. Mereka datang dari beragam latar belakang. Jeff pemilik usaha kerajinan dan restoran di Bali. Nina bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Padang. Adapun Rini staf lembaga donor internasional. Ketiganya bergabung sebagai voluntir VSO, sebagai angkatan pertama voluntir Indonesia, di masing-masing negara penempatan.Jeff bekerja mendukung perajin-perajin di Tajikistan, bekas negara jajahan Uni Soviet di Asia. Nina membantu lembaga pendukung suku asli di Bangladesh. Sedangkan Rini ditempatkan di nun jauh di sana, Guyana, Amerika Latin untuk bekerja bersama LSM lokal. Mereka bekerja, mungkin lebih tepat membantu karena “digaji” dengan standar minimal negara penempatan, bersama warga lokal, berinteraksi dengan dekat, sekaligus mengalami cerita warga sehari-hari.Karena itulah, buku ini tak sekadar cerita sambil lalu. Ketiga penulis adalah bagian dari cerita itu sendiri. Maka, mereka menceritakan kedekatan, sesuatu yang tak mungkin didapatkan jika perjalanan tersebut semata untuk berpetualang atau bersenang-senang.Cerita Rini tentang peliknya hubungan kekeluargaan di desa penempatannya, Moco-moco, Guyana, bisa menggambarkan dekatnya Rini dengan warga. Melalui obrolan sore bersama Nicolas, temannya di desa tersebut, Rini menceritakan betapa praktik hubungan seks tanpa ikatan pernikahan itu sesuatu yang amat lazim bagi warga Amerika Indian (Amerindian) tersebut. “It’s a common thing in Amerindian. Mereka tinggal bagaikan sebuah keluarga, hanya saja tidak ada pernikahan resmi. Nenek saya dan kakek saya sekarang juga tidak menikah. Mereka hanya tinggal bersama. Tetapi di antara lelaki lain yang pernah tinggal dengan nenek saya, dia paling lama. Dengan kakek saya sekarang, nenek saya memiliki tujuh anak,” Nicolas bercerita kepada Rini.Akibat kebiasaan tersebut, maka hubungan kekeluargaan di Moco-moco pun campur aduk antarwarga. Toh, mereka menganggap kebiasaan tersebut sebagai sesuatu yang normal. Biasa saja.“Bagi saya, mereka menceritakan hal-hal (privat) seperti itu karena merasa ada kedekatan psikologis dengan orang yang diajak ngobrol,” kata Rini dalam sebuah obrolan santai di Denpasar.Kedekatan lain diceritakan Nina, voluntir di Bangladesh. Dengan tulisan yang amat terasa emosinya, Nina bercerita bagaimana dia dikejar-kejar intel setempat karena statusnya sebagai orang asing di daerah sedang bergejolak. Suku Asli di Rangamati, Bangladesh menolak rencana pencabutan status mereka sebagai daerah istimewa. Penolakan ini hanya puncak gunung es dari diskriminasi Suku Asli oleh etnis mayoritas di sana, Bengali.Dalam tulisan berjudul Seperti Terus Dimata-matai Nina bercerita. “Seharusnya saya mengajukan surat izin dan mendapat pengawalan polisi. Tapi Raja tidak mau repot. Beliau mengatakan saya harus ikut, tapi selama perjalanan, saya dilarang berbicara dalam bahasa Inggris. Kalau tidak bisa bahasa Bangla atau Chakma, sebaiknya saya diam saja. Ceritanya saya diselundupkan!”Nina yang bekerja bersama LSM lokal yang mengadvokasi Suku Asli tidak hanya bercerita tentang apa dan bagaimana suku tersebut mengalami diskriminasi. Nina sendiri terlibat secara emosional dengan konflik tersebut.Kedekatan itu pula yang membuat Jeff menjadi “hadiah” bagi para pengantin di Tajikistan. Sebagai negara yang bagi banyak warga dunia mungkin sesuatu yang baru terdengar pertama kali, Tajikistan tak punya banyak warga asing. Bahkan, menurut Jeff, dialah orang Indonesia kelima yang tinggal di negara tersebut.Karena sedikitnya orang asing di Tajikistan, maka memiliki teman “orang asing” hadir di acara pernikahan menjadi kebanggaan bagi warga setempat. Bukan hanya sekali, Jeff sering diminta hadir ke acara pernikahan. Bukan karena dia kenal kedua atau salah satu mempelai tapi karena keluarga atau teman pengantin ingin mempersembahkan dia sebagai “hadiah” bagi mempelai. “Saya akan didaulat memberi ucapan selamat kepada mempelai dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan teman saya. Setiap saya memberi ucapan selamat, suasana begitu hening. Semua memerhatikan saya. Tepuk tangan menggema setelah kalimat terakhir selesai. Betul-betul suasana yang menyenangkan. Saya merasa sangat spesial, di hari spesial orang lain,” tulis Jeff.Karena itu, cerita-cerita dari Guyana, Bangladesh, dan Tajikistan ini adalah cerita tentang sahabat-sahabat dekat. Ketiga penulis melebur dalam keseharian warga setempat. Maka, tema tulisan mereka pun sangat beragam. Tak melulu tentang pekerjaan tapi juga tentang petualangan, makanan, budaya, keluarga. Semua jadi bumbu untuk meramu sajian mereka bertiga.We have made it easy for you to find a PDF Ebooks without any digging. And by having access to our ebooks online or by storing it on your computer, you have convenient answers with God, Do You Speak English. To get started finding God, Do You Speak English, you are right to find our website which has a comprehensive collection of manuals listed.
Our library is the biggest of these that have literally hundreds of thousands of different products represented.
Pages
348
Format
PDF, EPUB & Kindle Edition
Publisher
Rene Book
Release
2013
ISBN
loader